Antara Titik dan Koma
Sebulan
yang lalu, Bintang kehilangan seorang yang sangat ia cintai. Ya, dia kehilangan
seorang ayah yang telah mendampingi hidupnya sampai besar ini. Ayahnya
meninggalkan Bintang dan ibunya bersama ke dua adiknya yang masih kecil. Bintang
memang terlahir dari keluarga yang sederhana, atau bahkan sangat sederhana. Kehidupannya
bertumpu pada pekerjaan sang ayah, namun harapan masa depan pun sirna seketika
ayahnya meninggal dunia.
Ibunya
mulai mencari pekerjaan untuk menghidupi Bintang dan adik-adiknya. Bintang
sekarang masih duduk di bangku sekolah dasar. Bagi dia, kebahagiaan bukanlah
tentang bagaimana dia menghabiskan waktu bermain bersama teman-temannya, tapi
tentang bagaimana dia bisa membantu Ibunya
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bintang
pernah bicara kepada gurunya, “ Bu, Bintang boleh membantu ibu di rumah untuk
bersih-bersih rumah, merawat tanaman, atau bahkan menjadi pengumpul sampah di
tempat Ibu?”. Ibu guru pun terharu mendengar pertanyaan bocah kecil itu. Bu
guru tak bisa membiarkan muridnya yang masih kecil itu harus bekerja untuk
membantu ibunya. Sekarang ibunya hanya bekerja sebagai pedagang sayur yang penghasilannya
pas-pasan.
Suatu
hari, Bintang tidak bersekolah karena dia belum membayar uang SPP selama tiga
bulan. Bintang sedih karena mengapa di sekolah dasar masih saja membayar uang
SPP. Meskipun dia masih kecil, dia pernah diberi tahu ayahnya kalau di Indonesia
wajib belajar 9 tahun, dan itu sama sekali tidak dipungut biaya. Tapi
kenyataannya masih ada yang membebani pemungutan biaya SPP di sekolah dasar. Bintangpun sekarang berhenti sekolah dan dia
justru membantu ibunya berjualan di pasar.
Setiap pagi dia berangkat jam lima
setelah shalat subuh bersama ibunya dan kedua adiknya membawa sayur-mayur yang
masih segar untuk siap dijual. Bintang tak pernah mengeluh apa yang dia lakukan
saat ini.
“Sayur..
sayur,... sayur...” suara Bintang terdengar lantang di kerumunan orang pasar. Setiap
hari dia seperti itu, adiknya terlihat sedang bermain di bawah meja tempat sayuran
dijual. Sedangkan ibunya menggendong adiknya yang masih bayi berusia tiga
bulan.
Setiap
orang yang melihat Bintang berdiri di depan meja itu merasa terharu dan iba.
Bocah yang diusianya masih terbilang belia dan kecil untuk bekerja,seharusnya
yang ia lakukan adalah belajar di sekolah. Namun, Bintang harus menerima
kenyataan pahit itu. Dia mempunyai mimpi
yang besar untuk menjadi orang yang sukses agar dapat membahagiakan ibunya dan
kedua adiknya.
Suatu
hari, dia sedang berjalan ke arah kantor pos. Dia menulis surat yang akan
dikirim buat ayahnya, maklumlah dia masih kecil masih lugu pula. Dia rindu
kepada sang ayah,dan ketika dia menyebrang, “bruk” dia terjatuh karena ada
sepeda motor yang menabrak Bintang. Namun, sang penabrak langsung lari tanpa
meninggalkan jejak dan sebuah pertanggungjawaban. Bintang pun langsung dibawa
oleh bebarapa orang yang ada di tempat kejadian perkara itu. Salah satunya Pak
Budi yang mengantarkan Bintang ke rumah sakit. Bintang masih menggenggam erat
surat yang dituliskannya untuk ayah tercinta. Pak Budi mengambil surat itu dan
tak sengaja terbaca olehnya. Seketika Pak Budi meneteskan air mata membaca dan
melihat isi surat yang ditulis Bintang. Tanpa berpikir panjang surat itu
langsung disimpan oleh Pak Budi.
Ibunya
langsung ditelpon oleh Pak Budi dan segera menemui anaknya di rumah sakit. Dengan
perasaan yang khawatir dan harus bagaimana dia melihat anak sulungnya yang
bernasib malang tersebut. Bintang sekarang terkapar di rumah sakit, dan dia
belum mendapat penanganan dari pihak rumah sakit karena tidak ada yang sanggup
untuk menanggung biaya rumah sakit, terlagi Pak Budi yang tadi mengantarkan
Bintang karena Pak Budi orang yang tidak punya harta lebih.
Namun,
tiba-tiba datanglah seorang dokter muda menuju ruangan tempat Bintang dibiarkan
begitu saja. Dokter muda itu bernama Felix. Dokter langsung mengambil alih si
Bintang yang kemudian langsung dibawa ke ruang ICU. Tapi, kondisi Bintang
sangat mengenaskan karena selama 1 jam belum ada penanganan dari pihak rumah
sakit. Sebagai dokter, dokter Felix merasa kecewa mengapa tidak ada yang
memberi tahu kalau ada pasien orang miskin yang terkapar di rumah sakit
tersebut. Dokter Felix terkenal dengan orang yang dermawan, dia tak pernah
memandang sebelah mata pasiennya.
Ibunya
dan Pak Budi sejenak lega karena akhirnya si Bintang mendapat penanganan dari dokter
Felix. Ibunya berterima kasih kepada Pak Budi dan dokter Felix. Sekarang
keadaan Bintang masih dalam kondisi koma, karena terlambat dalam penanganan. Bintang
hanya tertidur lemas di atas kasur serba putih itu. Dan sekarang biaya rumah
sakit sedikit demi sedikit sudah dicicil oleh ibunya dengan bantuan dokter
Felix tersebut.
Semakin
hari, kondisi Bintang justru semakin memburuk. Terjadi kebocoran dalam
jantungnya dan patahnya tulang sumsum belakang karena terbanting saat terjatuh
beberapa hari yang lalu. Dia yang masih kecil seperti itu harus menanggung
beban hidup yang seperti ini. Setiap hari hanya bisa terbaring lemas di kasur
dan ditemani oleh infus. Semakin dia berlama-lama di rumah sakit, semakin besar
pula tanggungan biaya yang harus dibayar. Sang ibu telah pasrah atas apa yang
terjadi dengan anaknya tersebut.
Berada
diantara titik dan koma, apakah Bintang bisa melanjutkan perjalanan hidupnya
sementara ini Bintang belum sadar juga dari kecelakaan itu. Ibunya selalu
berdoa agar diberi yang terbaik untuk Bintang. Tak sadarkan diri, namun masih
ada harapan untuk hidup atau benar-benar sudah menjadi titik akhir dari
perjalanan hidup seorang Bintang. Semua sudah diserahkan kepada Allah, nasib
malang anak sulung itu. Sebagai seorang ibu, hanya ingin melihat kesembuhan dan
kebahagiaan anaknya. Namun, Tuhan berkehendak lain. Tepat di hari ulang
tahunnya Bintang, dia menghembuskan nafas terakhir. Mungkin dia sudah terlalu
lelah menanggung semua beban yang ada pada dirinya.
Bintang
telah meninggalkan ibunya dan kedua adiknya. Dan setelah usai pemakaman
Bintang, Pak Budi menemui Ibunya untuk memberikan surat yang ditulis Bintang
sebelum dia kecelakaan. Surat yang berisi bahwa Bintang sebenarnya ingin
menyusul ayahnya, tapi sebelum Bintang menyusul ayahnya dia harus bisa membantu
ibunya dan menjadi Bintang kesayangan ayah ibunya. Kemudian ibunya hanya
mengelus dada sambil menahan rasa tangis akan kehilangan anak kesayangannya. Selamat jalan Bintang,
sampaikan salam rindu ibu untuk ayahmu, suatu hari nanti kita pasti akan
bertemu kembali.
Penulis :
Rizqi
Nurlaili Septia
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari cerita tersebut. Aamiin :)